ZAKAT
BARANG TEMUAN DAN BARANG TAMBANG
Barang temuan adalah barang-barang berupa harta benda yang
terpendam yang disimpan oleh orang-orang dahulu didalam tanah. Seperti emas,
perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain.[1]
Di dalam ilmu
Fiqih Islam, harta Karun atau harta terpendam dikenal dengan istilah Ar-Rikaz,
sedangkan barang tambang dikenal dengan istilah Al-Ma’din.
Para ulama
telah sepakat tentang wajibnya zakat pada barang tambang dan barang temuan
(harta karun), akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang makna barang tambang
(al-ma’din), barang temuan (ar-rikaz), atau harta simpanan (kanz), dari
jenis-jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya dan kadar zakat
untuk setiap barang tambang dan temuan. [2]
Sementara dikalangan ulama madzhab terdapat perbedaan terhadap
barang tambang (ma’din), barang temuan (rikaz), atau harta
simpanan (kanz). Menurut madzhab Hanafi barang tambang , rikaz, dan
harta terpendam adalah satu, yakni setiap barang yang terpendam dibawah bumi.
Hanya saja, barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah ketika bumi ini
diciptakan. Sedangkan rikaz dan harta simpanan adalah harta yang dipendam oleh
orang-orang kafir.
Menurut madzhab Hanafi barang tambang terdiri dari tiga jenis,
yaitu :
1.
Barang
padat yang mencair dan bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api,
seperti emas, perak, besi, tembaga, timah, dan raksa. Zakatnya dikeluarkan
seperlima walau tidak mencapai nisab
2.
Barang
tambang padat yang tidak mencair, misalnya kapur dan semua jenis bebatuan.
3.
Barang
tambang cair, seperti aspal.
Barang tambang (Ma’din)
menurut Maliki tidak sama dengan rikaz.
Barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah didalam tanah baik
berupa emas, perak, maupun yang lainnya. Untuk mengeluarkan barang tambang tersebutdiperlukan pekerjaan
yang berat dan pembersihan. Barang
tambang menurut Maliki ada tiga macam, yaitu :
1.
Barang
tambang yang tidak dimiliki oleh seseorang
2.
Barang
tambang yang dimiliki oleh seseorang
3.
Barang
tambang yang didapat dari tanah penaklukan atau perdamaian.
Sedangkan menurut madzhab Syafi’i barang tambang adalah harta yang
dikeluarkan dari suatu tempat yang diciptakan Allah SWT yang berupa emas dan
perak. Adapun madzhab Hanbali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang
tambang adalah semua jenis barang tambang yang diciptakan Allah yang
dikeluarkan dari dalam tanah baik yang berbentuk padat ataupun cair. [3]
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa barang tambang dan
harta rikaz adalah mempunyai pengertian yang berbeda. Hasil tambang seperti
emas, perak, dan barang tambang lain, syarat-syarat wajib dikeluarkan zakatnya sama
dengan uang kontan atau harga perniagaan. Perbedaannya bahwa hasil tambang
zakatnya dikeluarkan setelah barang tambang itu dihasilkan. Sedangkan harta
rikaz yaitu harta yang didapat dari simpanan/terpendam pada masa lampau.[4]
DASAR HUKUM DIKELUARKANNYA ZAKAT BARANG TAMBANG DAN BARANG TEMUAN
Para ulama telah sepakat bahwa harta karun atau
harta terpendam dan barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini
berdasarkan keumuman firman Allah swt:[5]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ
“Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267
Dan berdasarkan
sabda Nabi SAW:
وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Dan pada harta
terpendam (zakatnya) seperlima.”
إن كنت وجدته في قرية مسكونة ، أو في سبيل ميتاء
، فعرفه ، وإن كنت وجدته في خربة جاهلية ، أو في قرية غير مسكونة ، أو غير سبيل
ميتاء ، ففيه وفي الركاز الخمس
“Jika
engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan
bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan, pen). Sedankan
jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari
masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali
manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat
rikaz sebesar 20%.”[6]
BESARNYA
KADAR ZAKAT HARTA RIKAZ DAN BARANG TAMBANG
Besarnya kadar
zakat yang harus dikeluarkan untuk barang tambang dan harta rikaz terdapat
beberapa perbedaan pendapat mengenai kisarannya.
Pendapat
pertama: Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, Abu
Ubaid, dan selainnya berpendapat bahwa wajib dikeluarkan seperlima atau dua
puluh persen (20 %) dari barang tambang seperti harta terpendam (harta karun).
Pendapat kedua: Mayoritas
ulama berpendapat bahwa zakatnya seperempat puluh atau dua setengah persen (2,5
%), diqiyaskan dengan emas dan perak.
Sebab perselisihan ini adalah perbedaan pendapat tentang makna ar-rikaz (harta terpendam/harta karun); apakah barang tambang termasuk dalam kategorinya ataukah tidak?
Sebab perselisihan ini adalah perbedaan pendapat tentang makna ar-rikaz (harta terpendam/harta karun); apakah barang tambang termasuk dalam kategorinya ataukah tidak?
Pendapat ketiga: Sebagian
ulama fiqih membedakannya; jika hasil yang didapat banyak, jika dibandingkan
dengan usaha dan biayanya, maka wajib dikeluarkan seperlimanya (20 %). Jika
hasil yang didapat sedikit dibandingkan dengan usaha dan biayanya, maka wajib
dikeluarkan seperempat puluhnya (2,5 %).
Tidak disyaratkan nishab dan haul (berputarnya
harta selama satu tahun) pada harta terpendam, dan wajib dikeluarkan zakatnya
ketika ditemukan. Tetapi untuk barang tambang nishabnya emas sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni, perak 200
dirham atau 595 gram perak
murni,
dan barang tambang lainnya dihargakan dengan keduanya.
ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKATNYA HARTA RIKAZ
Para
ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa
rikaz disalurkan pada orang yang berhak menerima zakat. Demikian pendapat Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad berkata, “Jika
hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin, maka sah.”
Pendapat
kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang yang berhak menerima fai’
(harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari orang kafir tanpa melakukan
peperangan).
Kedua
pendapat ini berasal dari dalil yang lemah. Oleh karena itu yang tepat dalam
masalah ini adalah dikembalikan kepada keputusan penguasa. Demikian pendapat
Abu ‘Ubaid dalam Al Amwal.
[1] Masduki, Fiqh Zakat (Serang:LP2M IAIN SMH BANTEN, 2014) hal.55
[3] Masduki, Op.Cit. hal.56
[4] Syamsuri ,Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas X (Jakarta :
Erlangga, 2007). Hal. 141
Play casino online in NJ and PA - Dr.MCD
BalasHapusPlay NJ and 통영 출장마사지 PA online 충청남도 출장마사지 casino games and win big with our 의정부 출장안마 casino games 전주 출장샵 selection including Slots, 대전광역 출장마사지 Blackjack, Roulette, Video Poker,